## Kehumilan Paus Fransiskus di Indonesia: Sebuah Kontras di Tengah Sorotan Kekayaan Pejabat
Indonesia, negara dengan mayoritas penduduk Muslim, baru saja menjadi saksi kunjungan bersejarah Paus Fransiskus, kunjungan kepausan pertama dalam 35 tahun terakhir. Kunjungan ini, yang merupakan bagian dari tur ambisius Paus ke Asia Tenggara dan Pasifik, meninggalkan kesan mendalam bagi penduduk Indonesia, yang hanya sekitar 3% beragama Katolik. Pesan utama Paus Fransiskus adalah tentang pentingnya toleransi, perayaan keberagaman, dan dialog antaragama. Namun, yang mungkin paling beresonansi adalah kedatangannya yang sederhana di Bandara Soekarno-Hatta.
Ketibaan Paus Fransiskus yang turun dari pesawat carter komersial ITA Airways langsung menjadi sorotan utama media Indonesia. Headline seperti “Betapa rendah hatinya Paus!”, “Paus memakai jam tangan murah!”, dan “Paus memilih kedutaan Vatikan daripada hotel mewah!” membanjiri berbagai media. Kesederhanaan Paus ini juga viral di media sosial Indonesia. Usai turun dari pesawat, Paus berusia 87 tahun itu menggunakan Toyota Innova, mobil yang umum digunakan kalangan menengah di Indonesia, untuk menuju ke tempat tujuan. Pihak keamanan presiden pun mengonfirmasi bahwa mobil tersebut bahkan bukan mobil anti peluru, semakin menegaskan preferensi Paus akan kesederhanaan. Ia terlihat duduk di samping sopir dengan jendela mobil terbuka, melambaikan tangan kepada pejalan kaki yang menyambutnya dengan antusias.
Sikap rendah hati Paus ini memikat hati rakyat Indonesia dan mendapat pujian resmi dari Menteri Agama Indonesia, Yaqut Cholil Qoumas. “Saya benar-benar mengagumi kerendahan hatinya. Paus menunjukkan contoh terbaik bagaimana seharusnya seorang pemimpin bertindak,” ujar Menteri Yaqut.
Kontras yang kuat antara kesederhanaan Paus Fransiskus dan sorotan yang tengah mengarah pada kekayaan pejabat, politisi, dan selebriti Indonesia menjadi sangat kentara. Dalam beberapa tahun terakhir, kesenjangan ekonomi yang tajam antara kaya dan miskin di Indonesia telah meningkatkan pengawasan publik terhadap kekayaan para pejabat. Beberapa pejabat bahkan menjadi viral karena memamerkan kekayaan mereka di Instagram, yang kemudian memicu investigasi oleh otoritas pajak dan badan antikorupsi Indonesia, bahkan beberapa di antaranya dicopot dari jabatannya. Presiden Joko Widodo sendiri mengomentari fenomena ini dengan tegas, “Jangan pamer kekuasaan, jangan pamer kekayaan, apalagi memamerkannya di Instagramโฆ bagi pejabat birokrasi itu sangat tidak pantas.”
Para pemimpin agama juga tidak luput dari pengawasan. Tahun lalu, seorang ustadz terkemuka menjadi viral setelah memamerkan rumahnya seluas 5.000 meter persegi di YouTube, yang menuai kecaman publik. Bahkan, sorotan publik juga sempat mengarah pada keluarga Presiden Jokowi sendiri, ketika putra dan menantunya mendokumentasikan perjalanan mewah mereka ke AS di media sosial. Hal ini menjadi perbincangan nasional dan pekan lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta klarifikasi terkait hal tersebut.
Seorang pembaca berkomentar pada artikel ABC Indonesia tentang kunjungan Paus, merangkum sentimen publik: “Kita membutuhkan pemimpin yang bermartabat, jauh dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, sehingga rakyat mau mendengarkan pemimpin yang etis, terpercaya, dan rendah hati.”
Ironisnya, meskipun Gereja Katolik sendiri merupakan salah satu organisasi terbesar dan terkaya di dunia dengan aset miliaran euro dalam bentuk properti dan koleksi seni yang tak ternilai, Vatikan tampak tidak menghindar dari kritik. Mereka mengakui skandal seks telah melemahkan kredibilitas moral gereja, mengkritik gaya hidup mewah sejumlah umat Katolik, dan bahkan menjatuhkan sanksi kepada seorang uskup yang dikenal dengan gaya hidupnya yang bermewah-mewah.
Meskipun dapat diperdebatkan apakah kesederhanaan merupakan ciri khas Paus Fransiskus, ia sering dipuji karena telah “menarik kepausan keluar dari istana dan masuk ke jalanan.” Joel Hodge, kepala nasional sekolah teologi di Australian Catholic University, menyatakan, “Ini benar-benar menjadi ciri khas kepausan Paus Fransiskus, yang menekankan kesederhanaan, kerendahan hati, dan khususnya solidaritas dengan kaum miskin.” Paus Fransiskus dinilai berbeda dalam upaya menunjukkan kesederhanaan dan mengurangi kesan kemegahan kerajaan yang melekat pada jabatan tersebut sejak pendahulunya di abad pertengahan.
Selama pertemuan di Katedral Jakarta, Paus Fransiskus mencatat bahwa meskipun Indonesia kaya akan sumber daya alam, kekayaan ini dapat menyebabkan kesombongan jika dilihat melalui lensa materialisme. Ia menekankan bahwa kaya bukanlah dosa, tetapi dosa dapat datang “melalui kantong”. Pertanyaan yang lebih besar, menurut Dr. Hodge, adalah bagaimana kita memperoleh kekayaan dan bagaimana kita menggunakannya. Banyak warga Indonesia berharap para pemimpin negara dapat mengambil pesan ini ke dalam hati.
**Kata Kunci:** Paus Fransiskus, Indonesia, Kesederhanaan, Kekayaan Pejabat, Korupsi, Dialog Antaragama, Toleransi, Kepemimpinan, Politik Indonesia, Gereja Katolik, Vatikan.
Leave a Reply